Cukupkah kita beristigfar lantas dosa-dosa kita berguguran? Belum tentu. Istigfar bukan semata-mata ungkapan permohonan ampun seperti ’ astagfirullah hal azhim’. Bukan juga semata-mata mengalunkan zikir-zikir ampunan didalam hati. Istigfar harus dipadukan dengan kesadaran untuk berubah.
Lalu, kesadaran seperti apakah yang kita butuhkan? Sederhana sekali. Kesadaran akan kesalahan-kesalahan tersebut pada masa kini dan masa akan datang. Allah menegaskan hal ini dengan ungkapan taubat yang sesungguhnya.
Kesadaran untuk tidak mau mengulangi dosa-dosa pada masa lalu itulah yang sebenarnya mengantarkan kita pada wujud takwa. Beristigfarlah dan ikutilah setiap istigfar tersebut dengan kesadaran. Ya, kesadaran bahwa kita telah salah dan tak akan mengulangi kesalahan tersebut. Itulah inti sikap takwa, melaksanakan segala perintah Allah dan mengikrarkan diri untuk menjauhi kesalahan-kesalahan dan dosa yang dilarang Allah.
Memang sekuat apapun kita menghindari dosa, kita tak akan pernah mampu mengelak dari kesalahan dan dosa. Oleh karena itu, Allah sediakan fasilitas istigfar sebagai wasilah ampunan dari-Nya untuk para hamba-Nya yang ingin memperbaiki diri.
Memadukan istigfar dan kesadaran, membuat kita bertambah mantap menjalani hidup. Semakin hari, potensi-potensi kebaikan kita tumbuh berkembang, karena kita selalu belajar dari kesalahan, dan tak mau mengulanginya.
Rabu, 29 Desember 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar